Mediakompasnews.com – Batam – Terbitnya SK Gubernur Kepri Nomor 485 Tahun 2023 tentang penetapan Ruas Jalan Provinsi Kepri menjadi ambigu. Itu menjadi langkah politik ‘bunuh diri’ yang menunjukkan jati diri sesungguhnya.
Boleh diperdebatkan. Karena rananya memang untuk berdebat dan berdiskusi. Sampai ada langkah-langkah real yang dilakukan siapa saja, yang mau melakukan. Baik itu secara politik maupun hukum. Kebenaran itu Samir, sampai ada keputusan pihak yang berwenang memutuskan, bahkan ketika semua orang tahu bahwa putusan itupun juga tidak benar.
Secara politik Ansar menempatkan dirinya dalam dilema. Mencari selamat, justru terjerat. SK itu bisa ‘membunuh’ karier politik nya sendiri. Padahal selama ini, Ansar dikenal publik sebagai sosok yang cerdas dan cermat.
SK sudah ditandatangani dan disampaikan secara umum di publik. Meski informasinya tidak benar. Gubernur melalui media menyampaikan melimpahkan kekuasaan jalan-jalan provinsi kepada Pemko Batam. Ternyata setelah membaca dan mencermati SK tersebut tidak ditemukan satu kata atau kalimat penyerahan dan penerimaan aset jalan-jalan dimaksud.
Bagaimana seharusnya sikap Walikota Batam Muhammad Rudi terhadap SK 485/2023 dan pernyataan Gubernur Kepri soal penyerahan jalan? Walikota Batam juga tidak bisa sertamerta mengambil-alih jalan-jalan eks Provinsi Kepri itu lantaran tidak ada aturan dan landasan hukumnya. Kalau alasan Ansar melepaskan aset karena kesulitan memasukkan jalan-jalan tersebut sebagai aset disebabkan semua lahan di Batam di bawah kekuasaan HPL FTZ BP Batam. Kondisi yang sama juga dialami Rudi sebagai Walikota Batam.
Kepada siapa jalan-jalan eks Provinsi Kepri itu diserahkan gubernur, tidak jelas. Otomatis jalan-jalan itu menjadi jalan tidak bertuan, jalan luar alias jalan ‘bodong’. Bisa mengganggu masyarakat, pengusaha dan investor yang akan melakukan pembangunan untuk mengurus AMDAl dan ANDALALIN. Kalau terpaksa ya berdiri bangunan liar juga nanti.
DPRD Provinsi Kepri melalui Komisi 3, Widiastadi Nugroho (Mas I’ik) sudah bersiap memanggil gubernur untuk menjelaskan terkait SK 485/2023 tersebut. Menurut saya, DPRD gak cukup cuma menggunakan hak bertanya. Legislatif saatnya menggunakan hak interpelasi. Apakah kebijakan yang dibuat Gubernur Kepri dengan SK tersebut melanggar aturan atau tidak.
Itu proses politik di DPRD. Masyarakat Batam perlu diberikan pemahaman terkait tanggung jawab gubernur terhadap jalan-jalan provinsi di Kota Batam. Bagaimana harus bersikap terhadap pemimpin yang melepaskan tanggung jawabnya dengan seribu alasan pembenaran? Karena dengan SK 485 tersebut, Masyarakat Batamlah yang paling dirugikan.
Kalau nurutin alur tulisan ni, bisa tak putus-putus. Jadi diputus langsung disambung besuk ya…!!! (N)