Mediakompasnews.com – Sumenep – Maraknya Kasus pelecehan seksual yang terjadi di pulau kamboya kangean pada anak dibawah umur makin merajalela. Lima kali kejadian serupa semuanya lolos cengramab hukum, dan yang membuat masyarakat Kangean lebih kecewa dalam kasus dugaan pemerkosaan dibawah umur tersebut tidak adanya ketegasan dalam penindakan terhadap (PK) Penjahat Klamin.
Pertanyaannya akankah kejahatan dimuka bumi ini bisa berkurang kalau semua kejahatan berat bisa diselesaikan dengan RJ dan apakah harus mati dulu korban dugaan pemerkosaan tersebut agar dilakukan penindakan tegas terhadap Pelaku kejahatan
Masyarakat merasa bodoh dengan terjadinya dugaan pemerkosaan dibawah umur yang kerap terjadi. Namun semua laporan yang masuk ke Polsek Kangean Berakhir dengan damai. Kasus Pelecehan yang menodai Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di bawah umur kembali terjadi di pulau Kangean, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Sumenep, kejadian ini ke lima kali di tahun 2024 di yurisdiksi Polsek Kangean, Minggu (21/4/2024).
Ha serupa, Sebelumnya juga pernah terjadi di Kangean Kecamatan Arjasa yang dialami salah satu siswi Madrasah sebagai korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh dua orang pemuda. Namun kasus tersebut setelah sampai di meja Polsek setempat berahir dengan Restorative Justice (RJ).
Untuk kasus pelecehan ini yang menimpa Elna (nama samaran) warga Desa Sumber Nangka, Kecamatan Arjasa yang diduga kuat diperkosa oleh tiga orang laki laki asal Desa Angkatan tersebut setelah dilaporkan menimbulkan banyak warga merasa kecewa dengan langkah polsek setempat karena kurang nya ketegasan dalam menindak lanjuti kasus berat.
Diketahui, setelah Team media ini melakukan penelusuran ke lapangan, ketiga pelaku asusila yang berinisial A (16), F (14), dan salah satu pelaku inisial R ( 21 ) tahun ketiga laki laki tersebut merupakan orang dewasa. untuk melengkapi bahan pemberitaan dugaan pemerkosaan kejadian itu, dibenarkan oleh Agus Salim selaku Kepala Desa Sumber Nangka, Kecamatan Arjasa, bahwa ada tiga pelaku (pemuda) warga Desa Angkatan yang membawa perempuan sebut saja si mawar ( nama samaran ) warga Desa Sumber Nangka yang diduga telah diperkosa oleh tiga orang tersebut.
Iya benar kejadian itu benar terjadi, pelaku harus diproses sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” Kata Kepala Desa Sumber Nangka Agus Salim.
Bahkan, Kades Sumber Nangka meminta kepada awak media untuk dikawal kasus ini supaya dijalankan sesuai prosedur.
Bahkan, Kades Sumber Nangka meminta kepada awak media untuk dikawal kasus ini supaya dijalankan sesuai prosedur.
“Silahkan kawal mas, supaya aparat penegak hukum benar – benar menindak secara tegas atas pelaku,” bebernya dengan tegas.
Sedangkan Hudri selaku Kepala Desa Angkatan saat di konfirmasi oleh awak media terkait pelaku yang merupakan warganya menyatakan setuju diproses hukum, akan tetapi terlihat aktif memperjuangkan perdamaian bahkan dari video perdamaian terlihat dia ( Kades ) tanda tangan dan stempel sebanyak 3 kali.
“Masyarakat saat ini gelisah merasa hidup tidak aman dalam penegakan hukum tindak yang lemah, hal ini disampaikan oleh Rasid Nadien, pegiat demokrssi dan penegakan hukum sumenep,” katanya.
Menurut Rasyid Nadyine, kemarahan masyarakat ini terlihat dari komentar dan sindiran- sindiran para aktivis di grup-grup, dan hal ini akan memicu adanya gerakan Masyarakat Pro Penegakan Hukum.
Menurut IPTU Nurul Qamar, Kapolsek Kangean, iya benar kejadian itu benar terjadi, pelaku harus diproses sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Namun lagi-lagi Kapolsek Kangean tidak dapat berbuat apa-apa karena pihak korban tidak melapor sekalipun terduga pelaku sudah diamankan di Polsek Kangean.
“Sebelumnya, Kapolsek Kangean yang baru menjabat 1 tahun ini, pelaku sudah diamankan di Mapolsek Kangean 3 orang, saya saat ini berada di Kapal menuju Kangean demi atensi perkara ini,” imbuhnya.
Sementara menurut verri Karaeng pengamat kebijakan publik, menyatakan harusnya Polsek punya banyak instrumen hukum untuk penegakan hukum persoalan ini, karena kejahatan seksual adalah delik biasa, jika Polsek tidak mampu memerankan diri sebagai pelindung masyarakat, hancur masa depan anak di Kangean khususnya.
Berdasarkan pada UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pasal 23 menegaskan tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
Secara khusus Indonesia mememiliki undang-undang tersendiri mengenai perlindungan terhadap anak, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 81 dan 82 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak ini diatur bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak dipidana penjara maksimal 15 tahun.
(Muni PGL)