Mediakompasnews.Com –Pontianak – Hak Cipta merupakan salah satu Kekayaan Intelektual (KI) yang dapat dicatatkan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang terdiri dari bidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan.
Dalam hak cipta, baik pencipta maupun pemegang ciptaan memiliki hak eksklusif untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaannya, salah satunya adalah berupa imbalan atau royalti.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, DJKI, Anggoro Dasananto mengatakan, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan para pencipta dan pengguna hak terkait, seperti produser atau penyanyi agar memperoleh royalti dari komersialisasi karya ciptaan mereka.
“Sejalan dengan upaya peningkatan ekonomi bagi pencipta dan pengguna hak terkait, maka pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/Atau Musik. Lalu diikuti dengan Permenkumham Nomor 20 tahun 2021. Kemudian yang terbaru adalah Permenkumham Nomor 9 tahun 2022,” ujar Anggoro.
Dia menuturkan, Royalti dapat dikelola langsung oleh pencipta atau pemegang ciptaan. Disisi lain, pengelolaan royalti juga dapat dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Dimana LMK ini berfungsi untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pengguna hak terkait.
“Jangan ada kekhawatiran dalam penarikan penghimpunan royalti oleh LMK, karena LMK sangat transparan, profesional dan akuntabel,” kata Anggoro pada pembukaan kegiatan Diskusi Teknis Lembaga Manajemen Kolektif Bidang Musik dan Lagu di Hotel Mercure Pontianak City Center, Kalimantan Barat, Kamis (7/7/2022).
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat, Pria Wibawa menyampaikan bahwa pengaturan mengenai kewajiban pembayaran royalti musik dan/atau lagu bukanlah hal baru.
“Tujuan diterbitkannya pengaturan tersebut untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang ciptaan, dan pemilik hak terkait terhadap hak ekonomi atau lagu dan/atau musik, serta setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial atas lagu dan/atau musik karya seseorang,” tuturnya.
Pria pun berharap, kegiatan ini dapat menjadi sarana bertukar pikiran antara pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan langsung terhadap penyelenggaraan pengelolaan royalti hak cipta lagu dan /atau musik di Indonesia.
Dalam giat ini, hadir juga Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dharma Oratmangun. Dharma menjelaskan, LMKN dibentuk oleh Menteri Hukum dan Ham berdasarkan undang-undang mengenai Hak Cipta. LMKN memiliki wewenang untuk menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait di bidang lagu dan musik.
“Lembaga terbentuk dan dibentuk sebagai amanah dari undang-undang untuk mempermudah para pengguna dan para pemilik ciptaan dan hak terkait supaya dalam kegiatan berbisnisnya tidak terjadi pelanggaran hak cipta,” ujar Dharma.
Lebih lanjut, Jusak Setiono dari LMK SELMI juga menjelaskan cara pengguna musik/lagu membayarkan royalti. Besaran royalti yang harus dibayarkan menurutnya telah ditentukan berdasarkan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM yang dibuat berdasarkan naskah akademik, perbandingan dengan negara lain, dan juga diskusi dengan asosiasi pengguna musik/lagu.
“Dalam membayarkan royalti, pertama pengguna musik mengisi form lisensi setelah itu LMKN akan melakukan verifikasi data dan lapangan. Apabila verifikasi sudah sesuai, maka akan diterbitkan invoice dan pengguna bisa membayarkan royalti tersebut. Setelah itu LMKN akan menerbitkan sertifikat lisensi nya,” ujar Jusak.
Giat ini turut dihadiri oleh beberapa narasumber seperti Dharma Oratmangun selaku Ketua LMKN, Jusak Sutiono dari LMK SELMI, dan Aga Yudhistira dari Rain Luxury Karaoke Pontianak. Adapun para peserta kegiatan sebanyak 40 orang merupakan para pengguna ciptaan dan hak terkait di wilayah Kalimantan Barat.
(Red)